SisiBiologi dan Kedokteran Imam Al Ghazali By Republika Newsroom Rabu, 16 Desember 2009 pukul 08:18:00 Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali merupakan seorang pemikir yang multi talenta yang banyak menyumbangkan pemikirannya dalam ilmu teologi, filsafat, astronomi, politik, sejarah, ekonomi, hukum, kedokteran, biologi, kimia, sastra, 4Golongan Manusia Menurut Imam Al Ghazali Syaikh Imam al Ghazali atau bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafii adalah ulama produktif. 10 dosa besar 100 kebiasaan nabi muhammad 100 perilaku nabi muhammad 4 golongan manusia 60 cabang iman 70 cabang iman al ghazali Al Qur'an artikel bismillah cabang Pendapatyang menjadikan al-Ghazali sebagai faktor yang menyebabkan dunia Islam mundur menjadi kajian yang serius di kalangan umat Islam, baik karena buku Taha>fut al-Fala>sifah-nya maupun ihya> โ€™Ulu>m al-Di>n. Ibnu Rushd adalah tokoh pemikir Islam yang kuat, hebat pembelaannya terhadap akal dan filsafat. 1 Ulama atau Cendekiawan. Menurut al-Ghazali, banyak sekali golongan ulama atau cendekiawan yang tertipu. Di antaranya, mereka yang merasa ilmu-ilmu syariah dan aqliyah yang dimiliki telah mapan (cukup). โ€Mereka mendalaminya dan menyibukkan diri mereka dengan ilmu-ilmu tersebut, namun mereka lupa pada dirinya sendiri sehingga tidak menjaga ImamAl-Ghazali dalam Ihya 'Ulumiddin menyebutkan beberapa riwayat tentang keistimewaan Kota Mekkah. Apa saja? maka akan digenapi oleh golongan Malaikat. Dalam satu hadis Nabi disebutkan: intan permata dari beberapa intan permata di surga, berwarna sangat putih, lebih putih dari susu, hanya saja dosa-dosa manusia menjadikannya hitam. agar produk indonesia tidak kalah dengan produk impor kita harus. Tidak selamanya hamba Allah SWT akan selamat dari godaan setan. Dalam kitabnya, al-Kasf wa Al-Tibyan fi Ghurur al-Khalq Ajma'in Menyingkap Aspek-aspek Ketertipuan Seluruh Makhluk, Al-Ghazali menyebutkan empat kelompok manusia yang tertipu. Keempat kelompok manusia itu adalah ulama atau cendikiawan, ahli ibadah, hartawan, dan golongan ahli tasawuf. Mereka itu tertipu karena ibadahnya. 1. Ulama atau Cendekiawan Menurut al-Ghazali, banyak sekali golongan ulama atau cendekiawan yang tertipu. Di antaranya, mereka yang merasa ilmu-ilmu syariah dan aqliyah yang dimiliki telah mapan cukup. ''Mereka mendalaminya dan menyibukkan diri mereka dengan ilmu-ilmu tersebut, namun mereka lupa pada dirinya sendiri sehingga tidak menjaga dan mengontrol anggota tubuh mereka dari perbuatan maksiat.'' Selain itu, ketertipuan para ulama atau cendekiawan ini juga dikarenakan kelalaian mereka untuk senantiasa melakukan amal saleh. Mereka ini, kata al-Ghazali, tertipu dan teperdaya oleh ilmu yang mereka miliki. Mereka mengira bahwa dirinya telah mendapatkan kedudukan di sisi Allah. Mereka mengira bahwa dengan ilmu itu telah mencapai tingkatan tertinggi Lebih lanjut al-Ghazali dalam kitabnya menjelaskan, orang-orang yang masuk dalam kelompok ini adalah orang-orang yang dihinggapi perasaan cinta dunia dan diri mereka sendiri serta mencari kesenangan yang semu. Selain itu, mereka yang tertipu adalah orang yang merasa ilmu dan amal lahiriahnya telah mapan, lalu meninggalkan bentuk kemaksiatan lahir, namun mereka lupa akan batin dan hatinya. Mereka tidak menghapuskan sifat tercela dan tidak terpuji dari dalam hatinya, seperti sombong, ria pamer, dengki, gila pangkat, gila jabatan, gila kehormatan, suka popularitas, dan menjelek-jelekkan kelompok lain. 2. Golongan Ahli Ibadah Golongan berikutnya yang tertipu, kata al-Ghazali, adalah golongan ahli ibadah. Mereka tertipu karena shalatnya, bacaan Alqurannya, hajinya, jihadnya, kezuhudannya, amal ibadah sunnahnya, dan lain sebagainya. Dalam kelompok ini, lanjut al-Ghazali, terdapat pula mereka yang terlalu berlebih-lebihan dalam hal ibadah hingga melewati pemborosan. Misalnya, ragu-ragu dalam berwudu, ragu akan kebersihan air yang digunakan, berpandangan air yang digunakan sudah bercampur dengan air yang tidak suci, banyak najis atau hadas, dan lainnya. Mereka memperberat urusan dalam hal ibadah. Tetapi, meringankan dalam hal yang haram. Misalnya, menggunakan barang yang jelas keharamannya, namun enggan meninggalkannya. 3. Golongan Hartawan Dalam kelompok hartawan, ada beberapa kelompok yang tertipu. Menurut al-Ghazali, mereka adalah orang yang giat membangun masjid, membangun sekolah, tempat penampungan fakir miskin, panti jompo dan anak yatim, jembatan, tangki air, dan semua amalan yang tampak bagi orang banyak. Mereka dengan bangga mencatatkan diri mereka di batu-batu prasasti agar nama mereka dikenang dan peninggalannya dikenang walau sudah meninggal dunia. Selanjutnya, kelompok hartawan yang tertipu adalah mereka yang memperoleh harta dengan halal, lalu menghindarkan diri dari perbuatan yang haram, kemudian menafkahkannya untuk pembangunan masjid. Padahal, tujuannya adalah untuk pamer ria dan sum'ah mencari perhatian serta pujian. Lalu, mereka yang tertipu dalam kelompok ini adalah mereka yang menafkahkan hartanya untuk fakir miskin, penampungan anak yatim, dan panti jompo dengan mengadakan perayaan. 4. Golongan Ahli Tasawuf Golongan selanjutnya yang tertipu, kata Imam al-Ghazali, adalah golongan ahli tasawuf. Dan, kebanyakan mereka muncul pada zaman ini. Mereka yang tertipu adalah yang menyerupakan diri mereka dengan cara berpakaian para ahli tasawuf, cara berpikir dan penampilan, perkataan, sopan santun, gaya bahasa, dan tutur kata. Mereka juga tertipu dengan cara bersikap, mendengar, bersuci, shalat, duduk di atas sajadah sambil menundukkan kepala, bersuara rendah ketika berbicara, dan lain sebagainya. sumber AntaraBACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini Berpasangan-pasangan adalah bagian dari ajaran syariat. Manusia diciptakan berpasang-pasangan agar dapat melanggengkan keturunan sesuai dengan tuntunan syariat agama Islam. Tetapi tentu saja dalam memilih pasangan hidup, Islam memberikan tuntunan. Imam Al-Ghazali menyebutkan delapan kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih pasangan. Imam Al-Ghazali menyebutkan delapan hal ini agar akad perkawinan menjadi langgeng dan kebahagiaan perkawinan terwujud. Imam Al-Ghazali menyebutkan religiusitas/keagamaan dan akhlak pada dua poin pertama. Hal ini menunjukkan bahwa dua poin tersebut merupakan faktor penting yang patut diperhatikan mengingat perkawinan tidak hanya berisi jalinan hubungan di dunia, tetapi juga di akhirat. ุฃู…ุง ุงู„ุฎุตุงู„ ุงู„ู…ุทูŠุจุฉ ู„ู„ุนูŠุด ุงู„ุชูŠ ู„ุง ุจุฏ ู…ู† ู…ุฑุงุนุงุชู‡ุง ููŠ ุงู„ู…ุฑุฃุฉ ู„ูŠุฏูˆู… ุงู„ุนู‚ุฏ ูˆุชุชูˆูุฑ ู…ู‚ุงุตุฏู‡ ุซู…ุงู†ูŠุฉ ุงู„ุฏูŠู† ูˆุงู„ุฎู„ู‚ ูˆุงู„ุญุณู† ูˆุฎูุฉ ุงู„ู…ู‡ุฑ ูˆุงู„ูˆู„ุงุฏุฉ ูˆุงู„ุจูƒุงุฑุฉ ูˆุงู„ู†ุณุจ ูˆุฃู† ู„ุง ุชูƒูˆู† ู‚ุฑุงุจุฉ ู‚ุฑูŠุจุฉ Artinya, โ€œAdapun hal-hal menyenangkan kehidupan pasangan rumah tangga yang harus diperhatikan pada perempuan agar akad perkawinan menjadi langgeng dan tujuan perkawinan terpenuhi berjumlah 8 hal yaitu ketaatan pada agama atau religiusitas, akhlak, kecantikan, keringanan mahar, kesuburan, status keperawanan, nasab, dan bukan kerabat dekat,โ€ Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr 2015 M], juz II, halaman 43. Tanpa menafikan atau meremehkan poin lainnya, agama/religiusitas dan akhlak mendapat tempat yang cukup penting mengingat urgensinya yang cukup tinggi dalam kehidupan rumah tangga kelak. Agama menempati poin pertama sebagaimana hadits nabi yang sangat populer terkait kriteria calon pasangan. Perempuan salihah akan membantu ketenangan hati suami. Kalau tidak salehah, tentu perempuan tersebut akan menjadi ujian bagi kehidupan rumah tangganya. ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุฑู’ุฃูŽุฉูŽ ุชูู†ู’ูƒูŽุญู ู„ูŽุฏููŠู†ูู‡ูŽุงุŒ ูˆูŽู…ูŽุงู„ูู‡ูŽุงุŒ ูˆูŽุฌูŽู…ูŽุงู„ูู‡ูŽุงุŒ ููŽุนูŽู„ูŽูŠู’ูƒูŽ ุจูุฐูŽุงุชู ุงู„ุฏู‘ููŠู†ูุŒ ุชูŽุฑูุจูŽุชู’ ูŠูŽุฏูŽุงูƒูŽ Artinya, โ€œPerempuan dinikahi karena agama, harta, dan keelokannya. Pilihlah karena agamanya. Celakalah kamu kalau tidak agamanya itu,โ€ HR Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ahmad. Tentu saja delapan poin ini bukan sesuatu yang mutlak dan absolut bagi semua orang. Tidak semua orang setuju dengan delapan hal yang disebutkan di atas. Tetapi semua orang bersepakat pada sebagian poin di atas, misalnya soal religiusitas atau akhlaknya. Dengan kata lain, setiap orang berhak memiliki kebahagiannya masing-masing sehingga setiap orang memiliki rumusan sendiri dalam memilih calon pasangannya. Sebagian orang merasa nyaman memilih pasangan yang disukainya tanpa mempertimbangkan status keperawanan, nasab, dan kesuburan. Tetapi seyogianya seseorang perlu mempertimbangkan aspek religiusitas dan akhlak pasangan karena keduanya sangat berpengaruh pada kehidupan rumah tangganya ke depan. Delapan poin ini juga tidak hanya berlaku bagi laki-laki dalam memilih pasangan, tetapi juga berlaku sebaliknya. Sumber NU Online

4 golongan manusia menurut imam al ghazali